Tokoh Lintas Agama Minta Pemerintah Serius Tangani Krisis Iklim
19 Oct 2025 Nofita Ikayanti 48 Views
Seruan Bersama dari Para Pemuka Agama
Menjelang akhir 2024, para tokoh lintas agama dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha menyerukan agar pemerintah Indonesia serius dalam memerangi krisis iklim.
Seruan ini muncul dalam pertemuan yang difasilitasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada September 2024, yang bertujuan membangun kesadaran kolektif terhadap ancaman krisis iklim.
Philip Kuntjoro Widjaja, Ketua Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi), menekankan pentingnya pemerintah bertindak sebagai regulator dan penengah agar eksploitasi alam tidak berlebihan.
Ia mencontohkan gerakan Ekowihara yang telah dijalankan sejak 2022, mencakup pemilahan sampah, pembuatan eco-enzyme, dan pembersihan sungai.
“Semua dijalankan dalam perilaku sehari-hari, dengan atau tanpa pengawasan,” ujarnya.
Dari umat Katolik, Romo Ferry Sutrisna Wijaya mengingatkan bahwa perhatian terhadap lingkungan telah menjadi bagian dari tradisi spiritual mereka selama berabad-abad. Ia mencontohkan Santo Fransiskus dari Assisi, yang mengajarkan manusia untuk menghormati alam sebagai sesama ciptaan Tuhan.
“Pemerintah perlu membuat peta jalan jelas untuk mengatasi masalah lingkungan,” tegasnya.
Sementara itu, Johan Kritantara dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menegaskan, krisis ekologi telah menjadi program prioritas gereja sejak 2019. PGI bahkan menolak tawaran pemerintah untuk mengelola konsesi tambang, karena berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan konflik sosial.
“Pertanyaannya, apakah pemerintah dan dunia usaha siap menjadi sahabat bagi alam?” ujarnya.
Dari kalangan Islam, Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), mendesak agar pemerintah tidak hanya menyadarkan umat, tetapi juga mengundang para pelaku industri ekstraktif ke meja dialog.
“Ajak mereka bicara. Jangan hanya kami yang mengingatkan umat, sementara pelaku perusakan tidak dihadirkan,” katanya.
Bagus Muljadi, akademisi Universitas Nottingham, menyoroti perlunya perubahan paradigma dalam memandang ilmu dan lingkungan. Ia menyebut Indonesia masih terjajah oleh pola pikir kolonial yang hanya mengandalkan sains Barat.
Menurutnya, masyarakat adat sebenarnya sudah lama memahami prinsip keseimbangan alam, seperti sistem subak di Bali atau rumah tradisional Sunda yang berorientasi pada sirkulasi udara alami.
“Kerusakan lingkungan bukan hanya akibat keserakahan, tapi juga kebodohan dalam memahami alam,” ujarnya.
Diaz Faisal Malik Hendropriyono, Wakil Menteri Lingkungan Hidup, menegaskan perlunya kolaborasi antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat untuk mengatasi krisis iklim.
Survei Purpose Climate Lab & YouGov (2024) terhadap 3.000 Muslim Indonesia menunjukkan 92% responden menganggap perubahan iklim sebagai isu serius, dan tokoh agama dianggap paling berpengaruh dalam membentuk pandangan tersebut.
Namun, data menunjukkan ancaman nyata:
Suhu ekstrem mencapai 38,4°C di Larantuka dan 37,8°C di Surabaya.
Sekitar 2.000 pulau di Indonesia berisiko tenggelam, menurut KKP.
Analisis BRIN memperkirakan 115 pulau bisa hilang akibat kenaikan permukaan laut.
🌿 Kesimpulan
Pertemuan lintas agama ini menegaskan satu pesan penting: krisis iklim bukan hanya isu lingkungan, melainkan isu moral dan spiritual.
Tanpa keberanian pemerintah untuk menegakkan hukum terhadap perusahaan perusak lingkungan dan mengubah arah kebijakan pembangunan, gerakan hijau di akar rumput akan sulit berdampak besar. “Semua agama telah mengajarkan harmoni dengan alam,” ujar Johan Kritantara. “Kini giliran pemerintah dan dunia usaha menunjukkan bahwa mereka juga siap menjadi sahabat bumi.”
Source: https://mongabay.co.id/2025/10/19/tokoh-lintas-agama-minta-pemerintah-serius-tangani-krisis-iklim/
Mari Tonton Video Lengkapnya
The article explains how scientists at World Weather Attribution (WWA) use weather data, statistical models, and climate simulations to determine the role of climate change in driving extreme weather events like floods, heat waves, and droughts.
-
07 Sep 2025
- 80 Views
Pemerintah dorong pasar karbon sukarela lewat kerja sama internasional, namun masyarakat sipil menilai skema ini tidak efektif menurunkan emisi dan justru memperpanjang ketergantungan pada karbon.
-
19 Oct 2025
- 73 Views